Hukum Perkawinan di Indonesia
A. Putusnya Perkawinan
Putus perkawinan adalah ikatan perkawinan antara seseorang pria dengan seorang wanita sudah putus. Putus ikatan bisa berarti salah seorang di antara keduanya meninggal dunia, anatara pria dengan wanita sudah bercerai, dan salah seorang dari keduanya pergi ke tempat yang jauh kemudian tidak ada beritanya sehingga pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal.
Perceraian dalam hukum islam adalah sesuatu perbuatan yang halal yang mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw. Sebagai berikut.
"Sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak/perceraian.(Riwayat Abu Dawud, Ibn Majah, dan Al-Hakim)"
Berdasarkan hadis tersebut, menunjukkan bahwa perceraian merupakan alternative terakhir yang dapat dilalui oleh suami istri bila ikatan perkawinan tidak dapat dipertahankan keutuhan dan kelanjutan-nya. Sifat alternative terakhir dimaksud, berarti sudah ditempuh danteknik untuk mencari kedamaian di antara kedua belah pihak, baik melalui hakam dari kedua belah pihak maupun langkah-langkah dan teknik yang diajarkan oleh Al-qur’an dan Alhadis.
Persoalan putusnya perkawinan atau perceraian serta akibat-akibatnya diatur dalam pasal 38 sampai dengan Pasal 41Undang-Undang Perkawinan. Namun, tata cara perceraian diatur dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan teknisnya diatur dalam Peraturan Mentri Agama Nomor 3 Tahun 1975.
Pasal 38 UU Perkawinan
a. Kematian
b. Perceraian, dan
c. Atas keputusan pengadilan
Pasal 39 UU Perkawinan
1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup dua alasan, bahwa anatara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam aturan perundang-undangan tersendiri.
Pasal 40 UU Perkawinan
1) Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan.
2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Selain rumusan hukum dalam Undang-Undang perkawinan tersebut,Pasal 113 sampai dengan Pasal 162 KHI merumuskan garis hukum yang lebih rinci mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian,tata cara, dan akibat hukumnya. Sebagai contoh Pasal 113KHI sama dengan Pasal 38 Undang-Undang perkawinan. Pasal 114 mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian maka dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Pasal 115 KHI mempertegas bunyi Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan yang sesuai dengan konsern KHI,yaitu untuk orang Islam: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Tertarik dengan makalah Hukum Pernikahan di Indonesia? Teman-teman tidak usah khawatir. Langsung saja klik link download di bawah ini, dan teman-teman dapat memiliki makalahnya. Semoga dapat bermanfaat.
Komentar yang mengandung sara, pornografi, tidak sesuai dengan pembahasan, memasukan link aktif, dan bersifat merugikan orang lain akan dihapus. Terima kasih telah berkomentar.
EmoticonEmoticon